Adakah Mustahiq Non-Asnaf Dalam Fiqh Zakat?


 

 

SIBERONE.COM - Badan Amil Zakat Nasinal merupakan Lembaga Non-Struktural yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. 

 

Lembaga ini bekerja atas perintah regulasi yang ada, mulai dari UU, Peraturan Menteri Agama, Peraturan Badan Amil Zakat RI, Peraturan Ketua Badan Amil Zakat RI, hingga regulasi derivasinya seperti Perda, Perbub, atau Instruksi Bupati. 

 

Lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang mengumpulkan dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah), yang kemudian disalurkan kepada asnaf yang sudah digarismatikan oleh Alquran sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Taubah: 60. 

 

Dengan demikian, lembaga ini boleh dissbut juga dengan Lembaga Semi Perbankan, yang dalam istilah saya Bank 103-60. Angka 103 merupakan perintah pengumpulan, sedangkan angka 60 sebagai perintah pendistribusian. 

 

Terkait dengan pendistribusian, dalam Al-Taubah ayat 60 sudah ditegaskan secara rinci bahwa zakat didistribusikan kepada asnaf yang 8 yang disebut juga dengan mustahiq. 

 

Kata asnaf yang 8 itu kemudian, dijelaskan secara detail oleh Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2018 Tentang Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat. Secara rinci hal tersebut dibunyikan pada pasal 2 ayat 2 sebagai berikut:

"(1) Fakir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan dasar.

(2) Miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarga yang menjadi tanggungannya. 

(3) Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (c) merupakan seseorang atau sekelompok orang yang diangkat dan/atau diberi kewenangan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan, lembaga yang diberikan izin oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, dan/atau seseorang yang mendapat mandat dari pimpinan Pengelola Zakat untuk mengelola Zakat.

(4) Mualaf merupakan orang yang sedang dikuatkan 

keyakinannya karena baru masuk Islam;

(5) Riqab merupakan orang Islam yang menjadi:

a. korban perdagangan manusia; 

b. pihak yang ditawan oleh musuh Islam; atau

c. orang yang terjajah dan teraniaya.

(6) Gharimin merupakan orang yang berutang untuk:

a. kemaslahatan diri dengan tidak berlebihan seperti 

untuk nafkah, mengobati orang sakit, membangun 

rumah, dan lain sebagainya; 

b. kemaslahatan umum seperti mendamaikan dua 

orang muslim atau lebih yang sedang berselisih 

sehingga perlu adanya biaya yang harus 

dikeluarkan untuk menyelesaikannya; atau

c. kemaslahatan umum lainnya seperti membangun 

sarana ibadah. dan tidak sanggup membayar pada saat jatuh tempo pembayaran.

(7) Sabilillah merupakan salah satu dari golongan dibawah 

ini, yaitu:

a. orang atau kelompok/lembaga yang sedang 

berjuang menegakan kalimat Allah;

b. orang yang secara ikhlas melaksanakan tuntunan 

agama baik tuntunan wajib, sunah, dan berbagai 

kebajikan lainnya untuk mendekatkan diri kepada 

Allah SWT; atau

c. orang yang secara ikhlas dan sungguh-sungguh 

dalam menuntut ilmu yang bermanfaat bagi umat.

(8) Ibnu Sabil merupakan para musafir yang kehabisan biaya atau bekal dalam melakukan perjalanan untuk sesuatu yang baik.

 

Jika mengacu kepada Perbaznas ini, maka semua dana zakat yang terkumpul ke lembaga Baznas wajib disalurkan ke salah satu dari mustahiq yang disebutkan di atas.

 

Lalu, fenomena di lapangan berbicara lain. Istilah fakir atau miskin muncul dalam istilah berbeda dengan melihat gejala dalam sebuah keluarga. Misalnya, dalam dunia kesehatan, ditemukan istilah gizi buruk, kurang gizi, hingga stunting. 

 

Ketika ditelusuri secara sosial, ketiga istilah ini selalu ada di kalangan masyarakat tak berpunya. Keluarga ini tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan kebutuhan pokok saja tak bisa tak terpenuhi. Saat ini, dari hasil penelusuran salah satu komunitas yang bergerak dibidang sosial, ditemukan anak-anak yang gizi buruk, kurang gizi dan stunting sebanyak 383 jumlahnya. 

 

Pertanyaannya berhak kah mereka mendapatkan perhatian dan bantuan Baznas? Kalau begitu secara prinsip dan kriteria, istilah fakir atau miskin mengalami perubahan istilah sesuai dengan disiplin ilmu tertentu. Lalu, adakah mustahiq non-asnaf? Menurut saya, tidak ada. 

 

 

 

Oleh: Dr. Junaidi, SHI., M. Hum

(Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional Indragiri Hilir, Riau) 


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar