Asesmen Nasional Harus Menjadi Tool Data Otentik Setiap Satuan Pendidikan


SIBERONE.COM - Sabtu (7/11/2021), Melalui kewenangan yang dimilikinya, Kemendikbudristek melahirkan berbagai kebijakan strategis dalam pengelolaan pendidikan di negeri ini. Salah satu kebijakan yang menjadi bagian dari merdeka belajar adalah pelaksanaan Asesmen Nasional (AN).

Kebijakan ini merupakan strategi yang diterapkan oleh Kemendikbudrustek untuk melakukan akselerasi mutu pendidikan pada semua jenjang pendidikan. Sebagai sandaran dari penerapan AN, Kemendikbudristek menerbitkan Permendikbudristek Nomor 17 Tahun 2021 tentang Asesmen Nasional.

Pada awalnya tidak kurang dari empat konsep yang digulirkan melalui gerbong merdeka belajar oleh Kemenristekdikti.

Pertama, mengembalikan kewenangan ujian/penilaian pada sekolah dan guru.

Kedua, menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional dan menggantinya dengan Asesmen Nasional yang formulasi pelaksanaan berbeda sekali.

Ketiga, menyederhanakan RPP agar lebih berfokus pada pembelajaran dan penilaian peserta didik secara holistik.

Keempat, menerapkan sistem zonasi pada pelaksanaan PPDB, sehingga lebih luwes dan berkeadilan.
Asesmen Nasional (AN) merupakan langkah kebijakan Kemendikbudristek yang dianggap strategis dengan salah satu targetnya mendongkrak capaian mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan.

Selama ini, capaian mutu pendidikan Indonesia masih belum memuaskan para pemangku kebijakan. Berbagai kebijakan yang diterapkan belum dapat menghasilkan capaian mutu sesuai dengan harapan.

Salah satu indikator yang menggambarkan belum tingginya capaian mutu pendidikan dilihat pada posisi Indonesia dalam capaian score Programme for International Student Assessment (PISA). PISA yang adalah program Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang merupaka langkah untuk mengukur kemampuan peserta didik pada jenjang pendidikan menengah.

Selama ini, capaian score PISA merupakan indikator yang merefleksikan keberhasilan pengelolaan pendidikan dan menjadi rujukan sebagian besar negara tentang penerapan konsep pendidikan yang diterapkannya masing-masing. Pengukuran PISA dilakukan sebagai evaluasi terhadap kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, terutama terhadap tiga bidang utama, yaitu matematika, sains, dan literasi.

Muatan Capaian Mutu
Melalui pelaksanaan AN, berbagai pemangku kepentingan diharapkan memiliki base line, memiliki peta mutu yang menggambarkan kondisi otentik pendidikan. Dengan berbekal peta mutu tersebut, pemangku kepentingan pada satuan pendidikan dapat memiliki dasar penetapan kebijakan lanjutan untuk melakukan upaya peningkatan mutu.

Langkah tersebut tentunya harus didukung pula oleh para pemangku kepentingan lainnya , pemerintah daerah dan kementerian ,guna melakukan intervensi terhadap berbagai elemen yang dipandang masih memiliki kelemahan.
Pendidikan bermutu dimaknai bahwa proses pendidikan harus mampu meningkatkan hasil belajar setiap peserta didik dalam bentuk ketercapaian kompetensi kognitif maupun non-kognitif.

Dengan demikian, setiap peserta didik memiliki kesiapan kepemilikan kompetensi yang dapat dijadikan modal dasar mereka dalam bersaing dalam kehidupan global. Kepemilikan kompetensi ini harus mengarah pada tampilan perilaku yang didasari oleh prinsip-prinsip positif. Dalam konteks ke-Indonesia-an, hasil belajar yang menjadi tujuan utama pelaksanaan pembelajaran ini dirumuskan dalam konsep profil pelajar Pancasila.

Merujuk pada visi pendidikan Indonesia sebagai tujuan yang harus dicapai oleh ranah pendidikan, secara eksplisit terungkap bahwa proses pendidikan mengarah pada upaya mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebhinekaan global.

Pada pelaksanaannya, AN mengeksplorasi kompetensi kognitif (literasi dan numerasi), kompetensi non-kognitif (karakter), serta mengukur kualitas lingkungan belajar pada satuan pendidikan. Ketiga unsur tersebutlah yang menjadi core pengukuran pada pelaksanaan AN. Asesmen kompetensi literasi diharapkan akan dapat mendorong kemampuan untuk bernalar tentang bahasa sekaligus dengan penggunaannya. Asesmen kompetensi numerasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong kemampuan bernalar dalam bidang matematika atau perhitungan.

Survei karakter merupakan langkah yang dilakukan untuk mendongkrak terbangunnya karakter positif yang tersurat dalam profil pelajar Pancasila. Survei lingkungan belajar mengarah pada pantauan mutu lingkungan belajar yang mencakup iklim keamanan, iklim inklusifitas dan kebhinekaan, serta pelaksanaan proses pembelajaran pada satuan pendidikan.

AN tidak melibatkan peserta didik semata, tetapi melibatkan pendidik dan kepala satuan pendidikan. Peserta didik yang terlibat pada pelaksanaan AN bukanlah seluruh peserta didik, seperti halnya dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN), tetapi perwakilan peserta didik saja yang penetapannya ditentukan oleh Kemendikbudristek secara acak/random. Dalam konteks ini tidak semua peserta didik dapat ikut serta dalam pelaksanaan AN di satuan pendidikan masing-masing.

Dengan pemilihannya, peserta AN secara random ini tidak mengandung arti bahwa peserta didik yang menjadi peserta AN merupakan peserta didik unggulan dan peserta didik yang tidak diikutsertakan merupakan peserta didik non-unggulan. Penentuan peserta didik pelaksana AN tidak mengarah ke pandangan demikian. Penentuan peserta AN menjadi kewenangan Kemendikbudristek melalui pemilihan secara random yang ditentukan dengan sistem tertentu.

Dalam kaitan dengan materi yang harus dihadapi, kemampuan dan pandangan peserta didik akan dieksplorasi pada elemen kompetensi kognitif literasi dan numerasi), kompetensi non-kognitif (karakter), serta pandangan tentang kualitas lingkungan belajar pada satuan pendidikan. Lain halnya dengan pendidik dan kepala satuan pendidikan, mereka akan dieksplorasi terkait dengan pandangannya tentang kualitas lingkungan belajar pada satuan pendidikan.

Pada pelaksanaannya, AN memiliki perbedaan mendasar dengan pelaksanaan UN. Selama ini, UN diikuti oleh seluruh peserta didik pada ujung dari jenjang pendidikan yang dienyamnya, sehingga UN menjadi simpul dari kebijakan pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik dengan hasil UN sebagai refleksi mutu mereka secara personal. Sedangkan AN dilaksanakan oleh perwakilan peserta didik saat kelas pertengahan pada setiap jenjangnya kelas 5, kelas 8, dan kelas 11.

Pelaksanaan pada pertengahan jenjang pendidikan tersebut mengarah pada dua harapan. Sesuai dengan substansi pelaksanaannya, AN yang dilakukan dapat dijadikan data otentik oleh para pemangku kepentingan dalam upaya perbaikan mutu pembelajaran. Untuk sekolah, hasil AN dapat dijadikan dasar perbaikan mutu pembelajaran yang dilaksanakannya.

Demikian pula untuk dinas pendidikan kementerian, dan para pemangku kepentingan lainnya, hasil AN dapat digunakan guna penetapan kebijakan intervensi dalam mendongkrak mutu pembelajaran pada seluruh satuan pendidikan. Selain itu, pelaksanaan di pertengahan jenjang pendidikan ini dimaksudkan guna menghindarkan diri dari pemanfaatan hasil AN untuk dasar seleksi peserta didik dalam melanjutkan pada jenjang pendidikan lebih tinggi.

Kesimpulan :
Langkah mendorong pendidikan bermutu terus dilakukan oleh berbagai pihak dengan Kemendikbudristek sebagai leader-nya. Dalam kebijakan kekinian, salah satu upaya yang menuju ke arah itu adalah penerapan kebijakan pelaksanaan AN.

AN diharapkan menjadi tool yang dapat menyajikan data otentik tentang peta mutu dari setiap satuan pendidikan. Melalui kepemilikan peta tersebut, intervensi oleh para pihak pemangku kepentingan dapat dilakukan terhadap sisi lemah yang dimiliki oleh setiap satuan pendidikan.

Pendidikan bermutu dimaknai bahwa proses pendidikan harus mampu meningkatkan hasil belajar setiap peserta didik dalam bentuk ketercapaian kompetensi kognitif maupun non-kognitif.

Setiap peserta didik memiliki kesiapan kepemilikan kompetensi dimaksud sehingga dapat dijadikan modal dasar mereka dalam bersaing dalam kehidupan global.

Kepemilikan kompetensi tersebut mengarah pada tampilan perilaku yang didasari oleh prinsip-prinsip seperti dirumuskan dalam konsep profil pelajar Pancasila. (*)

Oleh : Dadang A. Sapardan
(Kepala Bidang Pembinaan SD, Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar