Kedamaian Suami Isteri dalam Jiwa yang Satu

Eka Yulia Hartati, Mahasiswa S1 Prodi Gizi Stikes Husada Gemilang. (sumber foto: Eka)

SIBERONE.COM - Strategi dakwah merupakan cara atau siasat untuk mengajak manusia kepada ajaran Allah, sehingga ada tindakan untuk mencapai sesuatu yang direncanakan atau diharapkan kehendak- kehendak Allah di muka bumi ini. 

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk untuk mencapai tujuan strategi tidak hanya menunjukkan arah saja, yaitu harus menunjukkan teknik atau cara kerja suatu dakwah tersebut. Strategi dakwah dapat berjalan dengan adanya media atau alat penghubung antara satu dengan yang lainnya.

Salah satu impian terbesar dalam kehidupan manusia adalah terciptanya perdamaian dan kesejahteraan hidup bersama seluruh umat manusia. Diantaranya nikmat yang harus kita syukuri dalam kehidupan di dunia ini adalah keberadaan keluarga yang merupakan elemen dan komunitas awal pembelajaran hidup setiap manusia. Setiap insan pasti mengidam-idamkan keluarga yang bisa menjadi tempat belajar tentang kehidupan sekaligus tempat beristirahat, bercengkrama, penuh dengan tawa bahagia dan tentunya harmonis serta senantiasa dilindungi dan diberkahi oleh Allah SWT.

Umat muslim, selalu menginginkan keluarga itu menjadi tempat yang damai, tentram, dan harmonis serta sakinah mawadah warohmah. Namun, di setiap kekeluargaan tentunya selalu saja terdapat permasalahan yang kerap sekali muncul di dalam kekeluargaan tersebut. Permasalahan yang kerap terjadi dalam upaya untuk mencapai kedamaian diantaranya adalah keekonomian yang sering menurun, ketidakseimbangan antara dunia kerja dan pribadi, kecemburuan atau yang lainnya. Perkembangan teknologi juga dapat mengakses fokus dari hubungan interpersonal menciptakan kesenjangan emosional diantara anggota keluarga.

Dalam rangka mewujudkan perdamaian dalam kekeluargaan tersebut, tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Semua itu melalui sebuah proses panjang yang diawali dari niat seseorang membina rumah tangga melalui sebuah pernikahan. Pernikahan yang diniati dengan benar, dan bukan untuk tujuan main-main, apalagi hanya untuk tujuan kemewahan, popularitas, dan nafsu belaka, akan menghasilkan sebuah keluarga yang baik dan mampu menyempurnakan keislaman seseorang. Sebagaimana hadits Rasulullah:

 

Artinya: “Jika seorang hamba (Allah Swt.) menikah, berarti telah menyempurnakan separuh agama, maka hendaklah bertakwa kepada Allah Swt. pada separuh sisanya.” (HR Baihaqi).

Dari hadits ini bisa kita pahami bahwa pernikahan, sebagai pintu gerbang membentuk keluarga, memiliki dimensi ibadah. Bukan hanya sekedar menyatukan dua insan manusia saja. Dimensi ibadah inilah yang harus menjadi dasar bagi setiap orang dalam menjalankan sunnah Rasulullah ini sehingga bisa menyempurnakan agamanya. Sehingga dalam keluarga, nilai-nilai agama yang kental menjadi salah satu faktor terciptanya keluarga yang harmonis dan senantiasa dalam ridho dan perlindungan Allah SWT.

Dengan nilai-nilai agama, setiap aktivitas dalam keluarga akan menjadi nilai ibadah dan mampu membawa kebaikan dan keberkahan pada seluruh keluarga. Nilai-nilai agama akan menghindarkan setiap anggota keluarga dari perbuatan yang menghantarkannya kepada dosa-dosa besar serta akan terhindar dari api neraka. Saling mengingatkan anggota keluarga untuk menghindari perbuatan yang menghantarkan kepada neraka juga diingatkan Allah SWT dalam Al-Qur'an surat at-Tahrim ayat 6 :

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat Yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Selain niat yang benar dan menanamkan nilai-nilai agama ikhtiar lain yang perlu dilakukan guna mewujudkan keluarga damai adalah senantiasa mengeratkan ikatan hubungan baik dengan sesama anggota keluarga. Masing-masing harus bisa memerankan perannya dengan tidak merendahkan peran anggota keluarga yang lain. Semua yang ada dalam keluarga adalah satu tim layaknya para awak kapal yang mengarungi bahtera untuk menuju satu dermaga. Masing-masing memiliki kewajiban dan hak yang berbeda. Namun, tidak boleh merasa tinggi derajatnya dari yang lain. 

Perbedaan-perbedaan yang ada inilah yang justru akan menjadi sebuah kelebihan dalam mengelola rumah tangga karena bisa saling melengkapi satu sama lain. Kesetaraan ini juga sudah ditunjukkan dalam Al-Qur'an yang tidak menyebut kata 'istri' dengan kata zaujah ( ???? ). Namun, Al-Qur'an menyebutnya dengan lafal zauj ( ??? ) Selayaknya menyebut seorang suami. Seperti termaktub dalam surah an-nisa ayat 1 :

??????????? ???????? ????????? ????????? ???????? ?????????? ????? ??????? ?????????? ????????? ??????? ????????

Artinya: "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya..."

Ini menunjukkan bahwa sejatinya antara suami dan istri dalam keluarga memiliki kesetaraan sebagai dua insan yang bersatu yang menjadikan masing-masing sebagai belahan jiwa dan saling melengkapi.

 

 

Oleh: Eka Yulia Hartati, Mahasiswa S1 Prodi Gizi Stikes Husada Gemilang. 


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar