Salim Segaf Mengenang Peran KH Abdul Rasyid A.R. dan Mengajak Pemimpin Berintrospeksi


SIBERONE.COM - Bangsa Indonesia kembali kehilangan tokoh penting yang berperan mempersatukan elemen umat dan bangsa. Yaitu, KH Abdul Rasyid bin KH Abdullah Syafi’i pemimpin Pondok Pesantren dan Perguruan Islam As-Syafi’iyah yang menjadi legenda di kalangan masyarakat Betawi.

 
Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf al-Jufri mengenang pertemuan dan persahabatannya dengan Kiyai Rasyid yang suka blak-blakan bila mengutarakan pendapatnya. “Sebagaimana karakter warga Betawi, Kiyai bicara apa adanya tanpa basa-basi. Jika ada masalah diungkapkan penyebabnya dan coba dipecahkan bersama. Tidak ada yang disembunyikan,” ungkap Salim, Sabtu (10/7/2021) malam.
 
Wafatnya Kiyai Rasyid benar-benar menyentak kesadaran keluarga besar PKS, karena sebelumnya telah banyak kiai, ulama dan tokoh bangsa yang wafat di masa pandemi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat sekurangnya 584 kiai dan tokoh agama yang wafat di berbagai daerah seluruh Indonesia. Ini suatu kehilangan besar (lost generation).
 
Untuk itu, PKS menggelar Istighotsah Nasional demi Keselamatan Negeri yang diikuti puluhan ribuan netizen melalui saluran Zoom, Facebook dan Youtube. Acara dijadwalkan Sabtu (10/7) ba’da Isya untuk mendoakan seluruh rakyat Indonesia yang terpapar wabah, dan qadarullah pada waktu menjelang Maghrib, Kiyai Rasyid pulang ke rahmatullah.
 
 
*Yang tayangin semoga berkah,*
 
Salim Segaf hadir memberikan tausyiah dan munajah akhir dalam acara tersebut. Di antara para tokoh tampak Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Habib Sholeh bin Baghir al-Athas (Majelis Taklim al-Afaaf, Tebet) membacakan yasin dan tahlil, KH Abdullah Jaidi (Ketua MUI Pusat) memberi sambutan, dan KH Abdul Malik Said (Ponpes al-Haq an-Nahdliyah, Sidoarjo) yang membacakan doa istighotsah.
 
Salah satu momen perjumpaan Salim dengan Kiyai Rasyid menjelang pemilihan presiden tahun 2019, yakni Ijtima Ulama yang diikuti perwakilan ulama dari seluruh Indonesia dengan berbagai latar belakang organisasi. “Kiyai Rasyid memimpin sidang dan berupaya mempertemukan beragam pandangan berbeda hingga tercapai kesepakatan. Intinya, tokoh Islam dan nasionalis harus bergandeng tangan memimpin negeri ini,” ujar Salim. Jadi, tak ada politik identitas atau aliran, justru ingin mempersatukan.
 
Jangan sampai ada kekuatan bangsa yang diabaikan. Buktinya, calon presiden Joko Widodo saat itu akhirnya menggandeng KH Ma’ruf Amien (Ketua Umum MUI Pusat dan Rais Aam Nahdlatul Ulama) sebagai pendampingnya (calon wakil presiden) untuk periode kedua. Lalu, siapa yang menerapkan politik identitas?
 
Dalam tausyiah Salim Segaf menyitir pelajaran berharga bisa diambil bangsa menanggulangi pandemi. “Jangan sampai sebelum, selama, dan setelah pandemi pribadi kita dan karakter bangsa ini sama saja, tak berubah dan terus berbenah menjadi lebih baik. Mari bermuhasabah, mohon ampunan pada Allah, jadikan ini momentum menguatkan keimanan dan ketakwaan kita, terutama kepada para pemimpin negeri: mari berintrospeksi!,” seru Salim dengan suara terisak.
 
“Sudah saatnya kita menyingkirkan ego kelompok dan kepentingan politik. Mari hidupkan hati nurani kita untuk saling peduli terhadap sesama dan merajut kebersamaan dengan semua elemen menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran,” ajak Salim terbata-bata. Ribuan netizen yang mengikuti acara virtual berurai air mata, karena banyak di antara mereka kehilangan anggota keluarga, sahabat atau kerabat. Bahkan, ada yang sedang terbaring sakit ikut melantunkan tahlil dan doa. (*)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar