Menteri Pertanian, PMK Hewan Ternak Belum Termasuk KLB: Jangan Buat Panik Kesian Peternak

Menteri Pertanian respons PMK hewan ternak. (?Adhi Wicaksono/CNNIndonesia)

SIBERONE.COM - Penyakit mulut dan kaki (PMK) yang menyerang hewan ternak berkuku dua menyebar cepat di berbagai daerah di Indonesia. Penyakit yang juga menyerang sapi, kambing, babi, domba, kerbau hingga rusa itu jelas sudah membuat kerugian dan kepanikan.

Namun Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengaku belum mau menaikkan status wabah tersebut menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) secara nasional.


"Kita bukan menghindari wabah ini menjadi KLB nasional. Kalau buru-buru ditetapkan, ada risiko, karena zona hijau di Indonesia masih banyak. Jadi jangan buat kepanikan. Karena kalau sudah KLB itu malah rugikan peternak, nanti main lah spekulan, harga ternak jatuh," kata Syahrul kepada media, Sabtu (11/6/2022).


Menurut politikus Nasdem itu, berdasarkan UU No 18 tahun 2009, semua penetapan KLB atau wabah nasional harus didasarkan laporan Bupati hingga Gubernur.

"Setiap minggu ada koordinasi di tingkat kabupaten, provinsi hingga kementerian. Karena kalau langsung ditetapkan wabah nasional atau KLB, bisa jadi legitimasi dunia atau global. Bisa merugikan kita nanti," kata Syahrul.

 

Syahrul berdalih PMK terhadap ternak ini masih bisa dikendalikan sampai umat Islam merayakan Iduladha mendatang. Menurut dia, walau zona merah PMK di Indonesia semakin banyak, namun masih banyak juga status daerah yang masih menyandang zona hijau. Sejauh ini status wabah atau KLB baru diterapkan di Jawa Timur dan Aceh.

"Jadi yang kita lakukan untuk saat ini adalah zonasi, bukan satu negara penetapan KLB," kata Syahrul.

Menurut data terbaru, pemerintah mencatat 130.718 ekor hewan ternak telah terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) pada Sabtu (11/6).

Mengutip situs siagapmk.id, 34.656 dari total hewan ternak yang terpapar PMK sudah sembuh dan 597 ekor mati. Lalu, 809 hewan dipotong bersyarat dan 94.656 ekor belum sembuh.

Sejauh ini, PMK sudah mewabah di 18 provinsi dan 177 kabupaten/kota. Jawa Timur menjadi daerah dengan kasus terbanyak mencapai 47.981 hewan yang terinfeksi PMK. Diikuti Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 20.792 ekor, Aceh 20.492 ekor, Jawa Tengah 14.525 ekor, Jawa Barat 10.344 ekor, dan Sumatera Utara 7.063 ekor.


Kemudian, hewan yang terpapar di Yogyakarta sebanyak 2.046 ekor, Kepulauan Bangka Belitung 2.327 ekor, Sumatera Barat 2.198 ekor, Kalimantan Barat 628 ekor, dan DKI Jakarta 591 ekor, dan Banten 530 ekor.

Selanjutnya, Kalimantan Selatan 204 ekor, Lampung 180 ekor, Jambi 172 ekor, Sumatera Selatan 102 ekor, Riau 94 ekor, serta Kalimantan Tengah 89 ekor.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah mengatakan impor vaksin PMK sebanyak 3 juta dosis akan tiba di RI minggu depan.

"Ini vaksin minggu depan sudah datang. Untuk awal ini lebih dari 3 juta dosis," ungkap Nasrullah.

Ia mengatakan vaksin itu diimpor dari berbagai negara. Namun, Nasrullah tak menjelaskan lebih rinci dari mana asal negara pembelian vaksin tersebut. "Dari mana-mana (asal negara impor vaksin PMK)," imbuh Nasrullah.

Nantinya, vaksin hanya akan diberikan kepada hewan ternak yang sehat dan berada di wilayah terpapar PMK. Dengan kata lain, hewan ternak yang sudah terinfeksi PMK tak akan disuntik vaksin.

"Yang disuntik yang sehat di wilayah wabah, yang tidak (di wilayah terpapar PMK) ya tidak (divaksin)," tutup Nasrullah.


Ketua Umum Komite Pendayagunaan Pertanian (KKP) Teguh Boediyana menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengambil alih penanganan wabah PMK. Ia menilai Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan jajarannya terlalu percaya diri menangani PMK.

Padahal, status Indonesia sebagai negara bebas PMK sudah dicabut oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE). "Tampaknya Mentan over confident untuk mengatasi dan menganggap enteng PMK," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Belum lagi dampak ekonominya terhadap mata pencarian peternak. "Kita lihat saja, dua bulan ke depan sejauh mana wabah PMK akan meluas dan berdampak," lanjut dia.

Simulasi kerugian yang pernah dihitung Ditjen Peternakan pada 2002 silam, Teguh menyebut mencapai Rp16 triliun. Jumlah itu berasal dari hambatan ekspor, kompensasi untuk peternak, biaya pemberantasan PMK, termasuk pengadaan vaksin.

"Untuk tahun ini, saya tidak bisa kalkulasi persis, tapi kira-kira kerugian kita lebih dari Rp25 triliun. Kita tidak tahu berapa lama wabah ini bertahan dan entah kapan lagi kita dinyatakan sebagai negara yang bebas PMK," imbuh Teguh.

Angka kerugian menurut perhitungan Pakar Agribisnis dari IPB Bayu Krisnamurthi berbeda lagi. Ia menghitung potensi kerugian akibat PMK sekitar Rp650 miliar-Rp700 miliar yang berasal dari jumlah hewan ternak yang terpapar.

Nah, ini khawatirnya akan mengurangi suplai sehingga harga hewan kurban naik berkali kali lipat," kata Rusli.

Efek lainnya, lanjut dia, akan membuat pelaksanaan Iduladha tidak maksimal karena banyak hewan yang tidak bisa masuk kualifikasi kurban, dan tentu saja PMK bakal berdampak pada inflasi.

Oleh sebab itu, yang perlu dilakukan pemerintah adalah menggencarkan vaksinasi pada hewan ternak, pengetatan lalu lintas hewan, dan mengatur ketat pasar hewan kurban. "Jangan sampai hewan kurban dicampur di pasar hewan biasa," katanya.

Lebih lanjut, upaya lain yang bisa dilakukan adalah melakukan lockdown untuk pasar atau wilayah yang terpapar PMK. "Paling tidak lockdown-nya satu minggu," tutupnya.

 

Sumber: CNN Indonesia 


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar