Lima Organisasi Profesi Kesehatan, IDI Hingga IAI Tolak RUU Omnibus Law

organisasi di bidang kesehatan di Provinsi Riau menyatakan sikap menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law, di Universitas Lancang Kuning, Minggu (6/11/2022). (sumber foto: Goriau.com)

 


SIBERONE.COM - Lima organisasi di bidang kesehatan di Provinsi Riau menyatakan sikap menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law, di Universitas Lancang Kuning, Jalan Yos Sudarso, Pekanbaru, Minggu (6/11/2022).


Kelima organisasi tersebut diantaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Riau, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Riau, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Riau, Persatuan Perawat Nasional (PPNI) Riau dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Riau.

"Kami harap RUU ini tidak dilanjutkan dan dikembalikan kepada kepada undang-undang yang sudah berjalan saat ini. Karena undang-undang yang sudah ada saat ini sudah mengakomodir semua kepentingan tenaga kesehatan yang bergerak selama ini," ujar Ketua PDGI Riau, Burhanuddin didampingi oleh para ketua dari organisasi lainnya.


Sementara itu, Ketua IDI Riau, Zul Asri mengatakan pernyataan penolakan ini dikarenakan konsentrasi organisasi kesehatan adalah kesehatan masyarakat. Sehingga, pihaknya menginginkan aturan tentang pelayanan masyarakat harusnya mendukung organisasi profesi menjalankan tugasnya dengan baik.

"Yang kami pikirkan adalah agar UU kesehatan tidak merugikan kesehatan masyarakat, harus support organisasi profesi menjalankan tugasnya dengan baik. Misalnya memberikan rekomendasi untuk SIP, rekomendasi dari organisasi itu penting untuk memastikan apakah yang ditunjuk ini memang dokter dan punya kemampuan atau masih mampu untuk praktik dan mendapatkan SIP nya," jelasnya.

Menurutnya rekomendasi ini sangat membantu pemerintah untuk memberikan SIP kepada seseorang. Karena organisasi seperti IDI, dan organisasi kesehatan lainnya yang mengenal 'rumah tangga' kesehatan.

"Nah, didalam Omnibus Law ini, hilang kewenangan kita untuk memberikan rekomendasi. Rekomendasi inikan kita berikan untuk menjadi pertimbangan, kita tidak rugi sebenarnya, tapi bagaimana jika tanpa rekomendasi ini seseorang itu tidak jelas apakah benar-benar dokter atau berkompeten atau tidak," jelasnya.


Ia juga menyesalkan bahwa satuan kredit profesi yang rancu. Menurutnya, pengakuan kompetensi seorang dokter seharusnya adalah organisasi bukan kementerian atau dinas kesehatan.

"Kemudian organisasi-organisasi kedokteran atau kesehatan di Omnibus Law ini tidak jelas lagi disebutkan. Kita tidak bisa satu profesi memiliki banyak organisasi, nanti akan banyak standar pelayanannya. Misalnya profesi dokter ada beberapa organisasi, dokter gigi ada beberapa organisasi, ini akan menjadi banyak standar dalam pelayanan kesehatan, seharusnya cukup satu organisasi," pungkasnya. 

 


Sumber: Goriau.com


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar