Refleksi Tradisi PHBI di Kabupaten Indragiri Hilir


 

 

 

SIBERONE.COM - Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) telah menjadi momentum baik bagi warga Kabupaten Indragiri Hilir dalam upaya menegakkan syi'ar agamanya, bagaimana agama dapat berfungsi bagi kehidupan umatnya, memberi pencerahan dalam menjalani kehidupandi tengah kesibukan proyek modern yang terkesan sangat materialistis. Seperti pada momen Maulid, Isra' Mi'raj, pergantian tahun hijriah termasuk pada bulan Ramadhan serta beberapa momen lainnya terus dimeriahkan dengan peringatan dengan pola dakwah pendekatan ceramah (tabligh Akbar).

 

Seperti berlalunya Rajab, dan hari ini kita sudah berada pada tanggal dua di bulan Sya'ban. Lebih kurang satu bulan lagi, umat Islam akan menyambut datangnya bulan Ramadhan, bulan yang penuh barakah dan maghfirah. 

 

Sebagaimana tradisi yang ada, bulan Rajab diperingati suatu peristiwa luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW, yakni isra' dan mi'raj, yang menurut informasi populer terjadi pada tanggal 27 Bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian. 

 

Kegiatan peringatan isra' dan mi'raj ini diisi dengan tausiyah keaagamaan oleh da'i atau mubaligh, salawatan, bacaan ayat suci Al-Quran, dan terkadang ada muatan tradisi masyarakat tertentu yang ikut menyemarakkan syi'ar Rajab. 

 

Tradisi menyambut isra' dan mi'raj di masyarakat Indragiri Hilir agak sedikit berbeda dengan beberapa kota yang pernah saya datangi dan menetap untuk melanjutkan studi. Di Indragiri Hilir, suasana peringatan isra dan mi'raj sangat terasa syi'arnya dan antuasias masyarakat. Bayangkan saja, di beberapa daerah, ada yang menyelenggarakan kegiatan satu bulan penuh. Bergantian antara satu dusun ke dusun lain, kalangan majlis ta'lim, remaja, bahkan tingkat Rukun Tetangga, tidak ketinggalan ikut mengadakan acara isra' dan mi'raj ini, dan dalam satu tempat bisa saja tiga kali pelaksanaan yang terdiri dari pengurus masjid atau mushalla, Majlis ta'lim, kemudian organisasi pemuda.

 

Belum lagi berbagai menu yang disiapkan, dan itu tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Selain soal menu, da'i atau mubaligh yang di undang untuk mengisi tausiyah juga dari berbagai daerah, bahkan dari tempat yang sangat jauh dari lokasi acara. 

Yang menarik dari kegiatan ini, masyarakat cenderung mencari ustadz yang lucu/guyon dan dapat menghibur jamaah. Kalau ada ustadz yang lagi viral dan lucu pastilah banyak masyarakat yang ingin mengundangnya. Meskipun kadang narasi atau konten dakwah yang di sampaikan biasa saja, tidak ada hal baru, dan umum di ketahui. Bahkan, konten lucu sang ustadzpun cenderung ke arah negatif, porno (mencarut). 

 

Suatu hal yang semestinya di jauhi dari materi dakwah. Tetapi, yaah,.. sang ustadz tetap di gemari karena sudah membuat perasaan jama'ah yang hadir senang dan terhibur. Fenomena ini tentunya berbeda dengan beberapa kawasan lain di dunia Islam. Di Mesir, misalnya, saya pernah beberapa kali mendengar lewat YouTube ceramah Syaikh Ali Jum'ah, jama'ah banyak, tetapi tidak ada konten lucu sang profesor, apa lagi ke arah yang negatif. Tapi, toh....penhengarnya tetap antusias menyimak materi-materi yang di sampaikan hingga selesai. 

 

Dari femomena ini apakah menunjukkan bahwa standar kualitas keberagamaan dan pemahaman akan agama Islam kita masih rendah?. Selera kita suka mendengar hal-hal yang berbau humor meskipun kearah negatif ketimbang materi agama yang mendalam dan menyentuh. Bahasa sederhana, tingkat peradaban kita masih rendah, pemahaman agama masyarakat kita masih jauh, di bandingkan beberapa kawasan lain di Timur Tengah. Tentunya, bagi para da'i harus selalu kreatif merumuskan suatu metode dakwah yang mudah, menyenangkan yang diselingi dengan humor yang bujaj agar diterima dan menarik oleh masyarakat atau jama'ah yang mengundang.

 

 

Oleh: Syafril

(Dosen Universitas Islam Indragiri)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar