BC Tembilahan Berhasil Mendorong Perusahaan di Inhil


SIBERONE.COM – Bea Cukai (BC) Tembilahan berhasil mendorong 2 Perusahaan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) untuk menerima sertifikat Authorized Economic Operator (AEO) pertama di Remote Area Indonesia.

Dua perusahaan tersebut adalah, PT Pulau Sambu Guntung (PSG) dan PT Riau Sakti United Plantations (RSUP) yang menerima sertifikat AEO dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (AEO).

Sertifikat diberikan langsung oleh Direktur Teknis Kepabeanan, R. Fadjar Donny Tjahjadi di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Rabu (18/12).

Kepala Kantor Bea Cukai Tembilahan, Anton Martin menyebutkan keuntungan yang didapatkan perusahaan anggota AEO selain intangible benefit, perusahaan AEO akan diakui di seluruh dunia sebagai perusahaan yang safe dan secure, serta sebagai mitra bisnis yang patuh dan taat dalam perdagangan internasional.


Anton Martin menjelaskan, penerima sertifikat AEO ini merupakan perusahaan yang dinilai baik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diharapkan mampu meningkatkan competitiveness dari produk-produk Indonesia serta menjadi bagian dari international trade untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi ke depannya.


“Fasilitas ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional karena murahnya biaya logistik. Reputasi sebagai Indonesia Trusted Partner juga diharapkan menunjang daya saing produk ekspor Indonesia di dunia internasional,” jelas Anton Martin melalui keterangan tertulisnya kepada Tribun Pekanbaru.


Menurutnya, kontribusi PT PSG dan PT RSUP yang tergabung dalam Sambu Group ini terhadap perekonomian cukup signifikan, karena melakukan ekspor lebih dari 80 negara senilai USD 222,9 Juta pada tahun 2018 dan mempekerjakan lebih 21.000 tenaga kerja serta mengolah rata-rata 5 juta butir kelapa per hari dengan komposisi lebih dari 90% pengadaan bahan baku dari petani lokal.


Sehingga kondisi ini diharapkan menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi terutama di luar Pulau Jawa.


“Investasi bisa semakin meningkat dengan memanfaatkan potensi daerah yang bisa dikembangkan agar terjadi pemerataan dan pembangunan dari wilayah pinggiran seperti halnya di Kabupaten Indragiri Hilir sebagai negeri hamparan kelapa dunia,” jelas pria yang akrab disapa Anton ini.


Anton menambahkan, program AEO bukan hanya milik satu instansi pemerintah, namun diharapkan akan ada sinergi yang muncul dengan instansi pemerintah lain yang terkait dengan kegiatan ekspor, impor dan rantai pasokan logistik barang. 


Menurut Anton, terwujudnya sinergi antar instansi pemerintah dan partnership dengan pengguna usaha melalui program AEO, tentu akan memiliki kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi.


“Terbentuknya single risk management antara DJBC dengan instansi pemerintah lainnya an menjadi leverage bagi kemajuan bangsa dan negara,” pungkasnya.


Untuk diketahui, fasilitas AEO berupa simplikasi prosedur kepabeanan melalui program partnership ini menyasar para pelaku usaha yang memiliki kualitas baik merupakan inisiatif dari World Customs Organization (WCO).


Dilatarbelakangi oleh peristiwa terorisme 9/11/2001 di Amerika Serikat dengan tujuan mengamankan rantai pasokan logistik dalam perdagangan internasional, memberikan kepastian, keamanan, dan kenyamanan para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.


Program ini telah disepakati, diakui dan diimplementasikan oleh sekitar 160 negara di dunia, salah satunya Indonesia. 

Pada tahun 2005, Indonesia telah menandatangani letter of intent WCO SAFE FOS untuk implementasi AEO di Indonesia. 

Menindaklanjuti ini Presiden menerbitkan Inpres Nomor 1 tahun 2010 yang menginstruksikan implementasi AEO dan teknologi informasi untuk mendukung iklim investasi.


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar