Mengukur Kekuatan AHY Melawan Badai Hasil KLB Partai Demokrat


Siberone.com Tidak ada data konkret yang kami tahu tentang berapa utusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dari Partai Demokrat (PD) yang hadir pada Jumat (5/3) di Hotel The Hill, Deli Serdang, Sumatra Utara.

 

Namun bukan hal sulit untuk mengukur kekuatan Kongres Luar Biasa (KLB), karena semua itu jelas terlihat jauh sebelum Pilpres 2019 diselenggarakan, selama Pilpres, dan pasca Pilpres 2019.

 

Adapun potensi konsolidasi memperkuat kekuasaan yang terpusat ke Joko Widodo itu terlihat satu per satu. Dari sikap yang ditunjukan oleh Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan gaya kepemimpinan AHY, mereka melihat dan menilai apakah ada atau tidak sesuatu yang akan menjadi ancaman bagi kelanggengan kekuasaan Ir. Joko Widodo dan estafet kekuasaan selanjutnya. 

 

Adapun yang menjadi rekam jejak dari sikap kepemimpinan SBY dan AHY dalam penilaian publik teringat sebagai berikut :

 

Pertama, sikap peragu dari SBY untuk mendukung salah satu calon dari 2 kandidat kuat sebagai capres dan cawapres dinilai sebuah titik lemah. Untuk mengajukan sebagai Cawapres dari Capres Letjen TNI Purn Prabowo Subianto timbul konflik seolah ada sejumlah mahar tertentu untuk ikut mengajukan pasangan Wapres. Karena miskomunikasi sehingga salah seorang kader PD mengeluarkan idiom baru *Jenderal Kardus*. 

 

Untunglah kisruh tidak berlanjut, karena muncul juga akhirnya tokoh muda lainnya, Sandiaga Uni yang dianggap akan mampu meraup suara kaum milineal dan ibu-ibu.

 

Kedua, karena tidak terpilih sebagai calon Wapres, maka Agus Harimukti Yudhoyono yang sebelumnya "akur" untuk memberikan suara ke Anies Baswedan saat putaran kedua di Pilkada 2017, tidak memperlihatkan kemana suara PD dalam Pilpres 2019. Nyaris tidak terdengar sebagaimana yang ditampilkan saat Pilkada 2017 dengan mengalihkan suara ke pasangan Anies dan Sandiaga Uno. 

 

Ketiga, kekecewaan dari sikap yang tidak jelas pun berlanjut. Saat penyusunan Kabinet 2019 sempat muncul isu bahwa AHY akan naik panggung politik dalam lingkaran kekuatan Ir. Joko Widodo. Akhirnya toh kita semua tahu, kesempatan untuk bergabung tidak bisa. Ada dendam lama Megawati Soekarno Putri terhadap SBY yang akan dibawa hingga akhir hayat. Dan ini terbukti dengan tidak masuknya AHY ke dalam kabinet meski sempat digadang-gadangkan akan menempati posisi Menpora RI.

 

Keempat, sikap yang ditunjukan oleh Partai Demokrat menjadi oposisi sebenarnya terlihat cukup lunak. Beberapa kebijakan lahirnya UU seperti UU Omnibus Law, UU HIP dan lainnya tidak terlihat sebagai motor. Jauh lebih tegas Partai Keadilan dalam bersikap. Partai Demokrat cenderung _wait and see_ . Semua ini disimak dan dievaluasi oleh lawan-Lawan politik eksternal dan kalangan oportunis di tubuh internal PD.

 

Kelima, saat muncul isu kudeta sikap yang ditunjukan oleh AHY dengan bersuara kepada Presiden RI Ir.Joko Widodo agar tidak ikut campur urusan PD sudah tepat. Namun, sayangnya tidak direspon oleh Joko Widodo. Dan dengan Firm Moeldoko membalas bahwa tindakan kader PD tidak dicampuri oleh Presiden RI.

 

Keenam, isu yang berkembang seolah AHY sangat sentralistik dalam kepemimpinan ditiupkan oleh barisan sakit hati (BSH). Padahal menurut pengakuan beberapa kader PD, ternyata kepemimpinan AHY dinilai sangat akomodatif sehingga pertambahan anggota baru meningkat pesat.

 

Ketujuh, banyak kritik dari kader PD yang membuat kuping tipis penguasa. Meski UU OMNIBUS LAW sudah disahkan, namun sikap PD dinilai sangat mengganggu kekuasaan dengan komentar Ketua Badan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Andi Arief yang menyatakan penolakan bahwa Omnibus Law mengesampingkan keadilan sosial.

 

Kedelapan, Kritikan dari Kader PD seakan menutup sebelah mata atas capaian yang sudah dilakukan pemerintah. Tudingan bahwa pemerintah tidak komprehensif dalam mengesahkan UU di rapat paripurna seakan menelikung di tengah jalan. Karena pada awalnya terlihat setuju, namun di akhir keputusan ternyata PD menolak sebagaimana yang dilakukan oleh Partai Keadilan.

 

Kesembilan, PD dicurigai berada di belakang massif nya demonstran penolakan UU Cipta Kerja (Omnibus Law). Sikap PD yang menilai bahwa yang menilai bahwa UU tersebut lemah dalam Pasal - pasal nya, tentang design, konsep dasar dan intention dari pemerintah dan negara. Semua ini diherani oleh SBY dalam pernyataan lugas terkait perlunya menggalakkan investasi tanpa merugikan sektor tenaga kerja lokal.

 

Kesepuluh, UU Omnibus menurut PD tidak lebih penting dibanding penanganan covid19 Corona serta memulihkan ekonomi rakyat. Sehingga produk UU Omnibus Law dinilai terburu-buru dengan memanfaatkan kondisi PSBB sehingga menyingkirkan semangat Sila ke - 5 Pancasila.

 

Dari sepuluh catatan tentang kepemimpinan AHY (dan SBY) di atas, sangat wajar jika ada kekuatan kekuasaan yang resah. Itu sebab, Moeldoko tampil. Untuk sementara seakan ia mampu menaklukan AHY. Padahal ini adalah sebuah perbuatan melawan hukum (PMH), sehingga AHY selayaknya meminta jasa Lawyer yang handal untuk menyelesaikan secara hukum positif yang berlaku. 

 

Tampaknya perang belum selesai, meski pertempuran mungkin saja dimenangkan oleh Moeldoko pada Jumat (5/3). Tapi, kita lihat saja sampai sejauh mana siap pengurus Partai Demokrat di seluruh Indonesia. Yang jelas, mekanisme KLB tidak akan mungkin berjalan mulus tanpa intervensi kekuatan besar.( Agus r )


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar