Media Sosial, FoMO dan Kesehatan Mental Remaja

Nadia Deby Sukanti (Mahasiswi Administrasi Negara UIN Suska Riau) (sumber foto: Siberone.com)

SIBERONE.COM - Teknologi yang kian canggih melepaskan semua ruang dan waktu. Segala hal yang berupa informasi dan komunikasi bisa diakses kapan saja. Kehidupan dunia maya menjadi kebutuhan saat ini baik secara global maupun nasional.

Di Indonesia konsumsi media masa setiap tahunnya meningkat. Menurut www.dataindonesia.id    jumlah aktif media sosial mencapai 167 juta pada Januari 2021 sebanding dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri. Mayoritas pengguna media masa ini adalah remaja. Ditinjau dalam penngunaan internet, responden peningkatan pengguna internet ini dilingkungan remaja dengan rentang usia 19-34 tahun dengan persentase 53,99%.

Meningkatnya pengguna internet di kalangan remaja memunculkan fenomena Fear of Missing Out atau lebih dikenal dengan FoMO. FoMO pada dasarnya merupakan kecemasan sosial tetapi dengan perkembangan teknologi dan internet saat ini menyebabkan kondisi ini semakin meningkat (JWTIntelligence, 2012). FoMO disebut sebagai suatu kecemasan sosial yang lahir dari kemajuan teknologi, informasi dan keberadaan media sosial yang kian meningkat.

Fenomena ini ialah bentuk kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh invividu saat orang lain mendapatkan pengalaman atau kejadian menarik. Istilah FoMO juga bisa disandingan dengan “rasa takut untuk ketinggalan”. Kemunculan FoMO makin terlihat dengan maraknya pengguna media masa yang kian meningkat. Ini menjadi trend yang viral dalam perbincangan, kemudian membudaya karena dikomsumsi semua kalangan.

Semakin meningkatnya fenomena FoMO memberikan dampak negatif pada kesehatan remaja. Karena dapat memunculkan rasa persaingan yang tinggi. Hal ini disebabkan sikap mental remaja yang masih labil, sehingga di usia mereka masih mudah dipengaruhi. Melalui munculnya FoMO berujung pada peningkatan kerusakan mental remaja di Indonesia.

Menurut hasil survei, kerusakan mental remaja bahwa, 1 dari 20 remaja (atau sekitar 5,5%) di Indonesia terdiagnosis gangguan jiwa, seperti yang dipublikasi oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V) yang dikeluarkan oleh American Psychological Association (APA). Artinya, sekitar 2,45 juta anak muda di seluruh Indonesia termasuk dalam kelompok Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Gangguan kecemasan merupakan gangguan jiwa yang paling banyak terjadi pada remaja usia 10-17 tahun di Indonesia (sekitar 3,7%). Lalu diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) serta gangguan attention deficit hyperactivity (ADHD), yang masing-masing mempengaruhi 0,5% populasi.

Gangguan kecemasan remaja Indonesia mencapai 3,7% yang disebabkan oleh fenomena FoMO sangat meperihatinkan. Sebab kerusakan FoMO ini bukan hanya merusak remaja secara individual, tetapi secara sosial psikologis serta merusak masa depan mereka. Oleh karena itu, pentingnya peran serta orang tua untuk mengontrol dan mengawasi tumbuh kembang anak remaja yang tetap berada pada lingkungan positif. Didukung pula secara regulasi, terkait penggunaan internet agar secara kenegaraan, ada sistem pencegahan dan pengawasan secara bersama.

 

Oleh: Nadia Deby Sukanti (Mahasiswi Administrasi Negara UIN Suska Riau)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar