Banyak Investor dan Turis Keluhkan Dapat Izin Tinggal, Presiden RI Ancam Ubah Total Sistem Imigrasi

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sempat memerintahkan jajaran menteri untuk mengubah total sistem imigrasi. (sumber foto: Kompas.com)

 


SIBERONE.COM - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sempat memerintahkan jajaran menteri untuk mengubah total sistem imigrasi.
Perubahan ini dilakukan karena banyak investor dan turis mengeluhkan kesulitan mendapatkan izin tinggal di RI. Jokowi juga mendapatkan keluhan bahwa sistem imigrasi Indonesia masih sangat mengatur dan mengontrol.

Melihat masalah tersebut, Jokowi berharap isu itu bisa ditangani dengan cara apapun. Bahkan, ia mengancam bakal mengubah seluruh jajaran seperti Direktur Jenderal (Dirjen) demi memperbaiki imigrasi.

"Ini yang diubah total, harus. Yang seharusnya auranya adalah memudahkan dan melayani. Harus berubah total. Kalau perlu Dirjennya diganti, bawahnya diganti semua, biar ngerti kalau kita ingin berubah. Kalau kita ingin investasi datang, turis datang, harus diubah," kata dia.

Sementara itu, seorang pengamat kebijakan publik mengungkapkan sejumlah masalah imigrasi di Indonesia saat ini.

Masalah Pengurusan KITAS
"Presiden [Jokowi] marah kan karena dari dulu kan [imigrasi] tidak pernah berubah itu. Orang mau izin bikin KITAS, terus kemudian visa, baik yang on arrival dan sebagainya itu kan tidak pernah beres," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (11/9).

Menurut Agus, pengurusan dokumen imigrasi, seperti visa dan KITAS, masih membuat warga asing "harus ketemu orang" dan berpotensi bermasalah.

"Intinya itu masih harus ketemu orang dan intinya apa, di situ masih ada transaksional yang sangat koruptif," katanya.

KITAS sendiri merupakan Kartu Izin Tinggal Terbatas yang diberikan kepada orang asing untuk tinggal dan berada di Indonesia dalam jangka waktu terbatas, dikutip dari situs resmi Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta.

Dalam kasus KITAS, Agus menilai pembuatan dokumen tersebut berpeluang dimanfaatkan oleh pihak calo.

"KITAS ini jadi sumber perasan terus terang. KITAS itu kan izin menetap untuk orang asing di sini, apakah dia pengusaha, apakah dia investor, yang bolak-balik dan seterusnya, tentu dia perlu visa khusus, semacam KTP buat orang asing yang menetap di Indonesia," ujar Agus.

"Itu kan ada persyaratannya, panjang itu. Itu di situ menjadi sumber uang, karena banyak calo," lanjutnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai penegakan hukum terkait KITAS masih "tidak jalan di lapangan."

Trubus mencontohkan salah satu kasus terkait KITAS yang terjadi di Cikarang. Sejumlah warga asing diketahui tak memiliki KITAS dalam waktu lama.

"Tapi kemudian sanksinya juga ringan. Jadi banyak juga dilakukan pelanggaran-pelanggaran oleh orang asing juga," ujar Trubus ketika diwawancara CNNIndonesia.com.

Permasalahan KITAS tersebut, kata Trubus, merupakan kesalahan dari pihak pemerintah dan warga asing.

"Pihak pemerintah sendiri dalam hal ini imigrasi, divisi imigrasi sendiri yang memang tata kelolanya masih belum transparan, dan belum accountable [bertanggung jawab]," kata Trubus.

"Kedua di sisi orang asingnya. Banyak di antara mereka juga lemah dalam hal melaporkan, lemah dalam pencatatan, sehingga law enforcement [penegakan hukum]-nya sangat lemah. Yang jadi masalah di situ," tambah Trubus.

Masalah Pengurusan Visa on Arrival
Agus Pambagio juga mencontohkan permasalahan visa on arrival yang terjadi di Indonesia.

"Visa on arrival itu kan masih ngantre bayar itu, jadi Anda bisa bayangkan akan ada tindakan koruptif di situ, di loket. Akan ada calo datang di situ meskipun itu ada di bandara," ujar Agus.

Antrean panjang itu, menurut Agus, seharusnya dapat ditanggulangi dengan menggunakan teknologi.

"Semua [pengurusan] dokumen bisa dilakukan melalui online. Nah ketika itu sudah, dia [turis] tinggal datang, tinggal ambil saja si visa, atau dicap di paspornya kalau perlu, atau kalau tidak ya sudah, pakai QR kek, pakai apa, sekarang kan zamannya IOT. Ngapain lagi harus antre panjang gitu, kan bisa di scan," tuturnya.

Bebas Visa RI yang Tak Timbal Balik dengan Negara Asing
Selain itu, masalah lain yang diangkat Agus adalah bebas visa RI yang masih belum timbal balik.
"Jadi soal bebas visa itu kan harusnya di mana-mana itu kan reciprocal. Artinya apa, misalnya kita kasih bebas visa Jepang, Jepang juga harus kasih bebas visa kita," ujarnya.

Menurut Agus, banyak negara yang tercantum dalam peraturan presiden terkait bebas visa masih belum memberikan timbal balik.

"Itu ada 140 atau 160 negara itu yang bebas masuk ke Indonesia karena dibuka. Sementara kita dan negara itu sebagian besar tidak bisa bebas visa," kata Agus.

"Soal bebas visa itu harus segera diperbarui, artinya kita bisa kasih bebas visa negara lain, tapi kita minta juga kita bebas visa ke negara itu."
-ADVERTISEMENT-

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan, Indonesia memberikan bebas visa kunjungan terhadap 169 negara, dari Afrika Selatan hingga Zimbabwe, dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri RI.

 

Sumber: CNN Indonesia


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar