SIBERONE.COM - Ada kurang lebih 53 kosa kata adil dalam Alquran. Kosa kata itu termaktub dengan berbagai derivasinya. Salah satu kosakata adil itu dimaktubkan dalam al-asmaul husna, yang merupakan sifat Allah SWT. Lalu 'adil itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai Dzat Yang Maha Adil. 

 

Sifat itu tidak akan terbantahkan secara konsep dan teori bahkan dalam praktiknya. Hanya dalam praktiknya terjadi perbedaan persepsi dalam memaknai keadilan. 

 

Kata adil selalu dipahami dengan meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau sesuai porsi yang dalam bahasa lain juga dikenal dengan proporsional. 

 

Kata adil dipahami juga dengan makna tengah dan seimbang, tidak terlalu ke kiri atau ke kanan. Dengan demikian, adil itu dapat dimaknai sebagai tengah-tengah. Lalu, apakah betul Allah itu adil dalam praktiknya?. 

 

Allah tidak adil, sebab dalam tatanan sosial ada penguasa versus rakyat. Allah tidak adil sebab, ada orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu. Allah tidak adil sebab ada yang di atas dan ada pula yang di bawah. Allah tidak adil karena ada yang cantik atau tampan serta ada yang jelek atau sederhana sekali. Allah tidak adil karena ada orang kaya dan ada orang miskin. 

 

Lalu dimana letak keadilan itu dalam pandangan manusia? Sesungguhnya keadilan itu bagi manusia terletak pada berbagi. Berbagi itu merupakan alat penyambung antara dua sisi yang berbeda dalam persepsi manusia. 

 

Penguasa harus bisa berbagi untuk mengayomi orang-orang yang disebut rakyat. Dengan kata lain, penguasa harus mengayomi, melindungi, dan memberikan rasa aman terhadap orang yang dikuasai. Agar ketersambungan itu menjadi sebuah keseimbangan. 

 

Orang yang berilmu harus bisa membagi ilmunya kepada orang-orang yang tidak berilmu atau bisa juga disebut dengan orang-orang yang buta pengetahuan, agar ilmu dan pengetahuan yang dimiliki bisa menjadi alat untuk menyambung dan menyeimbangkan antara orang yang berilmu dengan orang yang buta pengetahuan. 

 

Orang yang di atas harus bisa berbagi dengan orang yang di bawah, sebab kata nabi, Tangan diatas lebih baik dibandingkan dengan tangan di bawah. 

 

Orang cantik atau tampan harus bisa berbagi dan menghormati orang yang yang tidak tampan atau cantik agar bisa saling menghormati dan menghargai. Dan orang kaya harus bisa berbagi untuk membangun ketersambungana dengan orang miskin.

 

Untuk kalimat terakhir yang berkaitan dengan orang kaya dan orang miskin menjadi sebuah catatan khusus dalam tulisan Ini. Sebab orang kaya punya tanggung jawab penuh terhadap harta yang dimilikinya, bukan hanya untuk dimiliki dan dinikmati secara pribadi atau keluarga. 

 

Kekayaan yang dimilikinya berefek tanggung jawab penuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar kekayaan itu menjadi sesuatu keseimbangan dan ketersambungan dengan orang-orang miskin. Sehingga diaturlah bagi orang kaya yang sudah mencapai haul dan nisabnya dengan kekayaan yang dimiliki, yang bersangkutan diwajibkan untuk mengeluarkan 2, 5% dari harta yang dimilikinya. 

 

Persentase yang kecil itulah sebagai alat penyambung dan penyeimbang antara orang kaya dengan orang miskin. Persentase yang kecil itulah dikenal dengan istilah zakat, yang bertujuan untuk mensucikan dan membersihkan harta serta si pemilik harta. 

 

Efek kain dari zakat adalah memberi ketenangan dan kesenangan bagi orang miskin atau fakir yang merupakan mustahik utama dalam asnaf yang delapan. 

 

Sebagai sebuah ilustrasi, harta yang dimiliki oleh orang yang sudah mencapai haul dan nisabnya, lalu dia berzakat, dengan jumlah persentase yang kecil itu pada hakikatnya akan menyampaikan dirinya ke akhirat. Misalnya, orang kaya memiliki uang sebesar 10 juta rupiah. 

 

Dengan uang sebesar itu, ia hanya mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Jumlahnya hanya Rp250.000. Maka uang yang ia miliki tersisa Rp 9.750.000. Dengan ilustrasi ini tampak jelas bahwa untuk akhirat hanya Rp250.000, sementara untuk dunia kita menikmatinya sebesar Rp 9.750.000. 

 

Maka keterhubungan dan ketersambungan serta keseimbangan itu hanya sebesar 2,5% sebagai bentuk keadilan Allah yang diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin atau mustahik yang delapan. 

 

Dengan demikian, jelas bahwa zakat, infak atau sedekah merupakan keadilan Allah yang ditetapkan untuk manusia dengan kelebihan hartanya. Bahkan kalau kita mengukur jumlahnya, dalam kacamata manusia, jumlah 2,5% itu belum mencapai nilai-nilai keadilan.

 

Atas dasar pemikiran di atas, maka alangkah indahnya jika ada orang kaya yang bisa menyadari konsep keadilan pada 2,5% ini. Sebab dengan peresentase 2,5% tersebut, besar harapan dapat mengentaskan kekurangan-kekurangan yang ada pada mustahik. 

 

Jadi, pada prinsipnya bila kita memandang suatu daerah atau suatu negeri yang para mustahiknya masih banyak tersebar di tengah-tengah kehidupan masyarakat bersosial dan beragama, ini menunjukkan bahwa orang-orang kaya yang punya kelebihan harta yang disebut juga dengan Muzakki belum memberikan kewajiban mereka kepada orang yang berhak atau mustahik yang menerima dari angka persentase yang kecil tersebut. 

 

Dengan demikian dapat diukur bahwa keadilan Tuhan itu salah satunya dapat dilihat dari para Muzakki yang berzakat dengan jumlah 2,5% untuk diberikan kepada para mustahik zakat dengan jumlah asnaf yang 8 seperti yang dijelaskan di dalam surat at-taubah ayat 60. 

 

Di sisi lain jika suatu negeri atau daerah yang sudah banyak mengurangi para asnaf yang 8, maka ini bisa dijadikan sebagai indikasi bahwa para orang kaya muslim sudah menjalankan kewajiban mereka untuk membangun keadilan dan keterhubungan serta keseimbangan antara para Muzakki dan mustahik. Wallahu A'lam.

 

Oleh: Dr. Junaidi, SHI., Hum (Pimpinan Baznas Inhil Riau)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar