Sejarah, Makodim Brebes Pernah Jadi Markas Intel Belanda dan RPKAD


SIBERONE.COM – Markas Komando Distrik Militer (Makodim) 0713 Brebes ternyata menyimpan berbagai catatan sejarah, baik pada masa revolusi 1945-1949 antara Indonesia dengan penjajah Belanda maupun pada tahun 1965 saat terjadi penumpasan G30S PKI, dimana Makodim Brebes menjadi markas tentara Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau sekarang dikenal sebagai Kopassus.

Dijelaskan lebih mendalam oleh Wijanarto, S.Pd. M.Hum, sejarawan Pantura asal Brebes yang merupakan Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Brebes, Makodim Brebes menjadi markas intel Belanda atau Nevis untuk memata-matai/memantau pergerakan para pejuang RI dalam mempertahankan kemerdekaan RI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

Walaupun sebenarnya gerakan revolusi sendiri telah dimulai sejak tahun 1908, dimana saat ini diperingati sebagai tahun kebangkitan nasional, namun rangkaian-rangkaian revolusi mencapai puncaknya mulai dari proklamasi kemerdekaan RI hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Kerajaan Hindia Belanda pada 29 Desember 1949.

“Tentara Nica berusaha melakukan berusaha merebut kemerdekaan RI di kurun waktu 1945-1949. Di Brebes sekarang Kodim 0713 Brebes, mereka mendirikan markas Nevis karena letaknya sangat strategis di Jalan Daendels atau jalan Pantura dulu, sekarang bernama Jalan Jenderal Sudirman,” terangnya kepada Dandim Brebes Letkol Armed Mohamad Haikal Sofyan di Ruang Transit Kodim Brebes.

Kemudian berselang 16 tahun kemudian setelah peristiwa revolusi tersebut, mulai 7 Oktober 1965, Makodim Brebes dijadikan markas Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau Kopassus, untuk menumpas antek-antek PKI dari Jakarta yang banyak melarikan diri ke Jawa Tengah.

Di Brebes sendiri, basis PKI berada di wilayah Brebes Tengah (Kecamatan Kersana, Banjarharjo, dan Ketanggungan) dan Pantura atau di wilayah Kecamatan Brebes. Untuk itulah RPKAD mendirikan markas di dua tempat yaitu di Tanjung (Koramil 04 Tanjung saat ini) untuk membackup pergerakan di wilayah Brebes Tengah serta di Makodim Brebes untuk membackup jalur Pantura atau Brebes kota dengan nama Operasi Pagar Betis.

Kehadiran pasukan RPKAD di wilayah Brebes ini mengobarkan semangat ormas-ormas dan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap PKI.

“Puncaknya adalah penumpasan anggota gerakan kiri maupun simpatisannya itu (PKI), saat menggelar rapat akbar di Alun-alun Brebes pada 18 Oktober 1965. Mayat-mayat mereka dihanyutkan di Sungai Pemali,” sambungnya.

Kodim Brebes adalah zonasi inti bangunan sejarah di Brebes. Bangunan pendukung lainnya adalah markas vice police Brimob yang didirikan tahun 1920 dimana sekarang adalah Polres Brebes.

“Sebelum menjadi Polres Brebes, markas vice police Brimob dijadikan rumah dinas guru,” tandasnya.

Kemudian ada Prasasti/Tugu Sindangheula di Kecamatan Banjarharjo, tugu di Stasiun Kereta Api Ketanggungan, Museum Juang 45 di Brebes Kota, Tugu Kopassus di Dusun Ciwindu Desa Wanoja Kecamatan Salem, Jembatan Berdarah Penumpasan G30S PKI yang berada di Desa Wanacala Kecamatan Songgom, TMP Kusumatama di Brebes, TMP Kusumatama II di Kecamatan Bumiayu, dan TMP Pagerayu di Desa Jatirokeh Kecamatan Songgom.

Untuk di TMP Pagerayu, menyimpan jasad 37 pejuang kemerdekaan yang meregang nyawa di tiga rumah (milik Almarhum Jazuli, Medah, dan Soyu) yang diberondong peluru pasukan Belanda dari subuh hingga pagi hari (1948), setelah pergerakan mereka tercium oleh Nevis yang bermarkas di Makodim.

Tentara Belanda juga membakar rumah milik Medah dan Soyu karena dianggap sebagai tempat persembunyian laskar merah putih. Dari ketiga rumah, ke-37 pejuang yang berlumuran darah itu langsung dikuburkan di depan rumah pembantaian itu (di tanah milik Almarhumah Kalimah), karena warga menganggap tidak perlu mengkafani dan memandikan karena mereka gugur sebagai syuhada. Saat ini makam tersebut masih terpelihara oleh pihak desa, warga setempat sekitar lokasi itu sebagai blok pahlawan.

“Di TMP Pagerayu Jatirokeh Songgom, pemimpin pasukan bernama Kapten Ismail (Pahlawan Nasional) dimana identitasnya terungkap beberapa tahun kemudian oleh keluarganya dari cincin kawin yang melingkar di kerangka jarinya. Sedangkan ke-36 prajuritnya tanpa nama di nisannya,” imbuhnya.

Kerangka Kapten Ismail kemudian dipindahkan ke TMP di Kota Tegal. Sebagai penghormatan kepada pahlawan asal Tegal itu (Kapten Ismail – red), maka namanya dijadikan nama salah satu jalan protokol di Tegal Kota.

Masih kata Wijanarko, menurutnya sangat perlu bagi Pemkab untuk mencatatkan peristiwa-peristiwa sejarah perjuangan bangsa sejak tahun 1945, penumpasan DI/TII (1949-1950) pimpinan Amir Fatah Wijaya yang dilatarbelakangi adanya perubahan situasi politik di daerah Tegal-Brebes akibat penandatanganan Perjanjian Renville, dan penumpasan PKI di Brebes sehingga tidak hanya menguap begitu saja, mumpung beberapa sumber sejarah masih hidup untuk menguatkan. Pasalnya, Brebes jelas punya peran penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Tidak semua sejarah perjuangan bangsa di Brebes tercatat di arsip yang tersimpan di Dokumen Hari Jadi Brebes,  sehingga sejarah-sejarah lainnya perlu kita catatkan agar nantinya dapat diketahui anak cucu kita,” tegasnya.

Dengan banyaknya tempat bersejarah itu maka sudah sepantasnya Brebes juga dapat diusulkan menjadi kota perjuangan, terlebih di Brebes sendiri juga pernah terjadi peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan lainnya yang diantaranya Operasi GBN, Baratayuda, dan pertempuran-pertempuran Gerilyawan Siliwangi di jalur Salem, Banjarharjo, Songgom, kemudian ke wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo.

“Banyak jenderal-jenderal TNI yang asal maupun kariernya bermula di Brebes. Di hari jadi TNI yang ke-76 ini, saya ucapkan Dirgahayu TNI, bersama rakyat TNI kuat,” pungkasnya.

Sementara itu, Dandim Letkol Armed Haikal Sofyan mengaku bahwa dirinya baru mengetahui bahwa Makodim Brebes memiliki catatan sejarah yang luar biasa dan sampai saat ini belum ada narasi sejarah yang valid.

Untuk itulah dirinya akan membantu untuk mendorong Pemkab untuk mencatatkan sejarah-sejarah penting itu sebagai kenang-kenangan berdinas di Brebes, termasuk merawat situs-situs bersejarah itu.

“Menurut saya memang harus ada catatan-catatan secara otentik yang bisa menjelaskan kepada generasi kita selanjutnya tentang perjuangan TNI dan rakyat Indonesia di Brebes,” ucapnya. (HS/Aan)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar