Desa Sungai Bela Miliki Ekowisata Terumbu Mabloe dan Kayu Api-api Yang Rimbun


SIBERONE.COM – Di bagian hilir kira-kira 500 meter dari pemukiman warga desa Sungai Bela atau kawasan Tanjung Bakung, Kecamatan Kuala Indragiri (Kuindra), Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, terdapat Ekowisata yang bernama Terumbu Mabloe. 

 

 

Wisata yang dihiasi pasir dari fosil biota laut dan arena menongkah, dapat dinikmati oleh para pengunjung. Selain itu pohon Pedada, Perepat, dan Avicennia atau lebih dikenal dengan sebutan Kayu Api-api juga menjadi pelengkap kekayaan alam pantai.

 

 

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan (Disparporabud) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Junaidy S.Sos M.Si mengaku bahwa potensi alam Pantai Terumbu Mabloe dapat dikolaborasikan dengan Hutan Mangrove di sekitarnya.

 

 

“Berkaitan itu tentunya kita akan merancang kawasan ini sedemikian rupa, sehingga bisa lebih menarik lagi yang tentunya memberikan kenyamanan, keindahan, dan kemudahan bagi para pengunjung," katanya.

 

 

 

Saat ini penulis akan berbicara tentang Kayu Api-api. Berdasarkan Wikipedia, Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau.

 

 

Benar adanya, di kawasan tersebut terbentang luas hingga ke bibir pantai Mangrove, khususnya Kayu Api-api tadi. Sehingga dapat adem suasana pantai. Lebih penting lagi, wisatawan dapat menikmati alam dari pepohonan yang rimbun tersebut.

 

 

 

Penjelasan lebih lanjut tertulis bahwa nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia.

 

 

 

Sebagai warga komunitas mangrove, Api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram. Di antaranya adalah Akar napas serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal batangnya.

 

 

 

Kemudian, daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya. Daun api-api berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut.

 

 

 

Tidak kalah penting untuk diketahui bahwa biji api-api berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di rantingnya. Dengan demikian, biji ini dapat segera tumbuh sebegitu terjatuh atau tersangkut di lumpur.

 

 

 

Nama lain api-api di perbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah mangi-mangi, sia-sia, boak, koak, marahu, pejapi, papi, nyapi dan lain-lain. Artinya, nama Kayu Api-api terdapat macam-macam di setiap daerah se-Nusantara.

 

 

 

Untuk Pemeriannya, pohon ini layaknya pohon-pohon lainnya yakni bisa kecil dan bisa besar, tinggi hingga 30 m, dengan tajuk yang agak renggang. Dengan akar napas (pneumatophores) yang muncul 10-30 cm dari substrat, serupa paku serupa jari rapat-rapat, diameter lk. 0,5–1 cm dekat ujungnya. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting dengan buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang.

 

 

 

Daun-daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin; pertulangan daun umumnya tak begitu jelas terlihat. Kuncup daun terletak pada lekuk pasangan tangkai daun teratas.

 

 

 

Perbungaan dalam karangan bertangkai panjang bentuk payung, malai atau bulir, terletak di ujung tangkai atau di ketiak daun dekat ujung. Bunga-bunga duduk (sessile), membulat ketika kuncup, berukuran kecil antara 0,3-1,3 cm, berkelamin dua, kelopak 5 helai, mahkota kebanyakan 4 (jarang 5 atau 6) helai, kebanyakan kuning atau jingga kekuningan dengan bau samar-samar, benang sari kebanyakan 4, terletak berseling dengan mahkota bunga. Buah berupa kapsul yang memecah (dehiscent) menjadi dua, 1–4 cm panjangnya, hijau abu-abu, berbulu halus di luarnya; vivipar, bijinya tumbuh selagi buah masih di pohon.

 

 

 

Secara Ekologi, Kayu Api-api ini menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina, memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi.

 

 

 

Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak.

 

 

 

Akar napas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur serta pelbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip. Untuk ekologi tumbuhan umumnya di wilayah mangrove, lihat pada Hutan bakau.

 

 

 

Dalam catatan Taksonomi Avicennia sempat membingungkan. Sebab sebelumnya, marga ini diklasifikasikan ke dalam suku Verbenaceae, sesuku dengan pohon jati, laban dan sungkai. Akan tetapi sebagian pakar kemudian memisahkannya ke dalam suku bermarga tunggal Avicenniaceae.

 

Belakangan, analisis filogeni yang terbaru mendapatkan bahwa kemungkinan Avicennia lebih tepat diletakkan di dalam suku Acanthaceae, sekerabat dengan jeruju (Acanthus spp.) yang juga biasa ditemui di lingkungan mangrove.(*)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar