Berhenti Menggelandang, Acil Anak Punk Kini Jadi Pembudidaya Maggot


SIBERONE.COM – Menggelandang, mencari kebebasan dan kesenangan dengan berpindah-pindah tempat sebagai anak punk adalah bagian dari episode kehidupan Acil (23) yang sempat ia lakoni selama sepuluh tahun. Sebelum akhirnya berhenti dan memutuskan terjun ke budidaya maggot atau larva lalat tentara hitam (black soldier fly/BSF), Acil sempat bekerja menjadi kuli bangunan.

Saat ditemui pada Minggu (13/06/2021), pria bertatto pemilik nama lengkap Bagus Indy Rohmani ini awalnya ragu saat dimintai tolong oleh pamannya, Muhammad Afifudin (45), untuk bekerja memelihara ayam sembari berbudidaya maggot yang masih dalam taraf uji coba.

Namun, karena ketekunannya belajar bersama sang pemilik, menjadikan Acil cepat memahami cara menetaskan dan membesarkan larva lalat pengurai sampah organik ini. Menurutnya, maggot yang sudah ia tangani selama enam bulan tersebut cenderung kurang menyukai sampah organik dari sayur-sayuran, melainkan buah-buahan.

“Maggot ini kurang menyukai makanan dari limbah sayuran. Jika pun terpaksa adanya itu ya habisnya lama, malah seringnya tidak habis. Lain dengan buah-buahan seperti pepaya, apel atau pear, itu habisnya cepat,” kata Acil.

Acil mengungkapkan jika sisa makanan seperti nasi dan daging adalah menu yang paling disukai maggot, menjadikan maggot lebih cepat besar. Untuk mencukupi kebutuhan makan maggot ini, setiap dua hari sekali Acil harus keluar masuk toko buah, lingkungan permukiman, pondok pesantren hingga ke tempat pembuangan sampah sementara.

Selepas menetas dari telur, rata-rata maggot sudah bisa dipanen sampai dengan dua minggu. Hasil panen berupa larva tersebut pun siap dijual dalam bentuk basah dan kering. Produk maggot dengan kandungan protein tinggi ini biasa dimanfaatkan untuk pakan ternak, baik burung, unggas maupun ikan.

Larva basah berupa maggot hidup ukuran besar dengan usia sekitar dua minggu dijual dengan harga Rp 8.000 per kilogram, sedangkan maggot hidup ukuran kecil yang baru menetas dijual Rp 15.000 per kilogram. Sementara untuk larva kering berupa maggot yang digoreng dengan pasir panas ini tersedia dalam bentuk kemasan 75 gram yang dijual Rp 8.000. Sedangkan yang dibuat tepung dijual Rp 8.000 per kemasan isi 50 gram.

Ruko tempat budidaya sekaligus toko penjualan maggot milik Afifudin ini terletak di Jalan Raya Tegalandong, Desa Tegalandong, Kecamatan Lebaksiu atau sebelah utara Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Slawi. Di hubungi secara terpisah, Afifudin mengatakan jika dari budidaya maggot ini dirinya baru membukukan penghasilan kotor sekitar Rp 5 juta per bulan.

Ia menuturkan jika saat ini ada tiga orang yang bekerja mengelola maggot miliknya dan semuanya mantan anak punk. “Untuk budidaya maggot ini memang diperlukan orang-orang yang tidak sungkan bersentuhan dengan limbah rumah tangga. Dan ketika sudah ikut merasakan dan belajar bersama beternak larva BSF, karena di sini kami juga sama-sama belajar, lalu diberikan tanggung jawab, mereka sudah bisa jalan sendiri. Saya tinggal mengawasi dan mengarahkan,” tutur Afif. (HS)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar