Sekolah Lapang Iklim, Harga Jual Kedelai Melonjak, Petani Gunungkidul Bahagia


SIBERONE.COM - Rasa bahagia terpancar dari petani dari Dusun Sawahan 2, Kelurahan Bleberan, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) A Mijo.

Dia senang karena mendapatkan ilmu pengetahuan baru mengenai iklim dan cuaca mengikuti Sekolah Lapang Iklim (SLI).

Mijo mengatakan, sebelum mengikuti SLI dia hanya membudidayakan tanaman pertanian tanpa pedoman khusus. “Kami hanya melihat lingkungan yang ada, tetangga dan teman-teman yang seprofesi. Kami melihat (cara-cara) orang-orang terdahulu dalam budi daya pertanian,” kata Mijo, saat penutupan SLI, Rabu, 5 Mei 2021.

Mijo bersyukur karena ilmu yang didapat dalam SLI menambah wawasan dan pedoman mengenai kondisi iklim dan cuaca. “Paling tidak memahami bedanya iklim dan cuaca,” ucap dia disambut tawa.

Mijo mengatakan, selama pendidikan, dia diperkenalkan dengan alat-alat pengukur suhu dan curah hujan. Selain itu, dia juga mendapat pengetahuan mengenai istilah-istilah dalam informasi iklim.

“Ini bagi kami sesuatu yang baru. ini pengalaman yang berharga bagi kami para petani,” ujar dia.

Meskipun terbatas hanya menjalani lima kali pertemuan tatap muka, namun dilakukan pula pendampingan secara digital selama masa tanam hingga panen, dan dilanjutkan dengan tambahan tatap muka dalam Focus Group Discussion. Mijo dan rekan-rekan petani lainnya bersyukur karena ilmu pengetahuan tersebut menjadikan hasil panen dan harga jual kedelai meningkat.

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut SLI yang dirasakan Mijo merupakan rangkaian kegiatan SLI operasional kedua yang digelar Stasiun Klimatologi Sleman. 

“Sekolah Lapang Iklim ini melibatkan secara penuh para penyuluh pertanian sebagai mediator/interface antara informasi iklim dan petani. Hingga tahun 2020, secara nasional SLI telah menjangkau lebih dari 13.850 peserta dari penyuluh pertanian, pemerintah daerah, babinsa dan petani. Di provinsi DIY sebanyak 90 petani,” ucap Dwikorita.

Dwikorita mengatakan bahwa pada Agustus 2020 lalu BMKG juga telah menggelar SLI di tiga lokasi, di antaranya Kapanewon Gedangsari, Ponjong, dan Rongkop. Pelatihan yang digelar di tengah pandemi menjadi pengalaman baru bagi petani.

Untuk tahun ini, kata Dwikorita, BMKG mengusung konsep kegiatan SLI Operasional dengan target kegiatan fokus pada kelompok tani binaan. Kegiatan SLI Operasional diadakan 5 kali pertemuan secara tatap muka dan virtual. Untuk pembelajaran virtual, BMKG menyiapkan modul-modul video visual yang dapat dimanfaatkan oleh para peserta SLI. 

“Selain itu, konsep SLI Operasional new normal juga menyediakan media konsultasi iklim yang memanfaatkan media komunikasi WhatsApp group sehingga lebih interaktif,” kata dia.

Dwikorita bercerita, SLI merupakan program pelatihan yang digelar sejak 2011. Kepala BMKG ingin SLI dapat mendorong petani bisa semakin melek teknologi dan ilmu keikliman sehingga meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Petani di Playen, Gunung Kidul, kata dia, ke depan harus bisa menembus pasar global sehingga secara langsung atau tidak mereka dapat menjadi pahlawan yang menyediakan kebutuhan pangan dalam negeri dan lintas negara.

Ia juga mengingatkan kini terjadi perubahan iklim di berbagai negara, termasuk karena pemanasan global. 

"Biasanya dingin jadi panas. Gurun Sahara yang biasa panas, tiba-tiba turun salju. Gunung Kidul yang biasa panas tiba-tiba hujan es. Iklim ini kebolak balik kacau... Dulu ada ilmu "titen", sekarang berubah. Di situlah kita perlu membaca iklim dengan peralatan," kata Dwikorita mengingatkan pentingnya pengetahuan iklim agar bisa digunakan untuk mengoptimalkan hasil tani.

Adapun SLI yang digelar di Lahan Kelompok Tani Karangrejo, yang memiliki potensi tanaman kedelai tumpangsari dengan tanaman kayu putih. Selama pelatihan, terdapat 35 orang peserta yang terdiri dari 32 anggota kelompok tani Karangrejo, 2 PPL, 1 POPT di lingkup Padukuhan Sawahan 2, Kelurahan Bleberan, Kepanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, dengan rincian Laki-laki 20 orang dan perempuan, 15 orang.

Berdasarkan hasil Stasiun Klimatologi Sleman (BMKG) dalam pelaksanaan SLI Operasional di Padukuhan Sawahan 2, Kelurahan Bleberan, Kepanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, terjadi perubahan pemahamanan mengenai pola tanam dan cuaca. Hasilnya terjadi peningkatan panen kedelai sebesar 9 persen bila dibanding tahun sebelumnya.

Panen tahun 2020 mencapai 1,4 ton per hektar dengan harga rata-rata Rp7 ribu per kilogram sehingga pendapatan 1 hektar sebesar Rp9.800.000.

Tahun 2021 produktivitas (panen) mencapai 1,525 ton per hektar dengan harga jual Rp9.500 per kilogram sehingga pendapatan 1 hektar Rp14.487.500. Hasil produktivitas meningkat dan harga jual meningkat, petani tetap untung sebesar Rp4.687.500 per hektar.

Sementara itu, Wakil Bupati Gunung Kidul Heri Susanto berharap hasil produksi kedelai di kabupatennya dapat terus meningkat. Menurut dia, sebanyak 2 ribu ton kedelai di Gunung Kidul bisa untuk mensubsidi kebutuhan benih nasional.

Heri optimistis kedelai akan terus dibutuhkan masyarakat Indonesia menilik komoditas tersebut menjadi kebutuhan pangan warga. Ia mencontohkan tempe sebagai salah satu produk pangan masyarakat berbahan kedelai.

"Agar produksi kedelai bisa lebih dari itu (2 ribu ton). Potensi alam kita cukup...  Kedelai memang dibutuhkan menilik itu sebagai sumber protein yang bagus, sesuai kultur Indonesia, maka saya pikir ini produk kedelai akan tetap digunakan," katanya. (HS)


[Ikuti Siberone.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar