
Ketua HMI Cabang Tembilahan, Muhammad Yusuf.
SIBERONE.COM — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tembilahan menilai keterlambatan penyerahan dokumen KUA–PPAS APBD 2026 oleh Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) sebagai bukti lemahnya perencanaan dan disiplin anggaran pemerintah daerah. Keterlambatan tersebut dianggap mengganggu tahapan penyusunan APBD dan berpotensi merugikan masyarakat sebagai penerima manfaat utama pembangunan.
Ketua Umum HMI Cabang Tembilahan, Muhammad Yusuf, menyatakan bahwa keterlambatan tersebut mencerminkan tidak matangnya manajemen pemerintah dalam mengantisipasi dinamika fiskal yang seharusnya telah direncanakan sejak awal. Ia menilai bahwa penyusunan KUA–PPAS yang baru dilakukan mendekati batas waktu menunjukkan pola kerja yang tidak proaktif.
“Ketika dokumen krusial seperti KUA–PPAS baru diselesaikan di menit-menit akhir, itu bukan sekadar persoalan teknis. Itu tanda bahwa perencanaan pemerintah tidak berjalan,” tegas Yusuf.
Menurutnya, aspek yang paling dikhawatirkan dari keterlambatan ini adalah dampaknya terhadap masyarakat. Semakin sempit waktu pembahasan APBD, semakin besar risiko turunnya kualitas perencanaan program pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial. Karena itu, HMI menegaskan bahwa fokus utama pemerintah harus tetap pada kepentingan masyarakat, terlepas dari keterlambatan yang terjadi.
Ia juga menyoroti kemampuan sejumlah kepala OPD yang dinilai belum mampu menerjemahkan visi–misi pembangunan daerah secara maksimal. Dokumen KUA–PPAS seharusnya menjadi perangkat penting dalam memastikan arah pembangunan, namun lambatnya penyusunan menunjukkan lemahnya koordinasi serta disiplin kerja di kalangan OPD.
Kinerja birokrasi bahkan disebut semakin terlihat rapuh setelah adanya pemotongan tunjangan kinerja (TKD) dari pemerintah pusat. HMI menilai beberapa OPD justru menurunkan ritme kerja, seolah pemotongan tersebut adalah akhir dari motivasi mereka.
“Pemerintah harus keluar dari pola lama dan kembali pada tanggung jawab dasarnya: memastikan pelayanan publik berjalan,” kata Yusuf.
HMI memperingatkan bahwa masyarakat tidak boleh menjadi korban dari buruknya disiplin anggaran pemerintah. Seluruh proses penyusunan APBD harus tetap diarahkan secara ketat untuk menjawab kebutuhan publik, bukan sekadar memenuhi syarat administratif tahunan.
Sejalan dengan itu, HMI mendesak Bupati Inhil untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap OPD dan TAPD yang dinilai tidak menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara efektif. Bila ada pejabat yang tidak mampu bekerja sesuai tuntutan, HMI menilai mereka layak diganti demi keberlangsungan pembangunan daerah.
Lebih jauh, Yusuf menegaskan bahwa proses evaluasi tidak boleh berhenti di level OPD saja. Bupati sebagai pemegang kendali tertinggi birokrasi daerah harus turut dievaluasi atas lemahnya koordinasi dan pengawasan yang menyebabkan keterlambatan penyusunan KUA–PPAS. Menurut HMI, seorang kepala daerah tidak dapat sekadar menyalahkan perangkat di bawahnya ketika persoalan perencanaan justru mencerminkan lemahnya kepemimpinan dan kontrol di level atas.
“Evaluasi total harus dilakukan, termasuk terhadap bupati. Kalau perencanaan berulang kali bermasalah, itu pertanda ada yang salah pada kepemimpinan. Fokus pemerintah harus kembali pada masyarakat. Jika ada pejabat, termasuk kepala daerah, yang tidak mampu memastikan disiplin anggaran berjalan, ya seharusnya siap dievaluasi,” tegas Yusuf.
Keterlambatan ini harus menjadi momentum bagi Pemkab Inhil untuk memperbaiki pola kerja, memperkuat koordinasi, dan memastikan anggaran tahun 2026 tetap berpihak kepada kepentingan masyarakat luas.